Imam Ali Bin Abi Thalib tatkala ditanya oleh sepuluh orang Khawarij secara bergantian tentang keutamaan ilmu
dibanding harta.
Sumber : Buku karya Syafinuddin Al-Mandary, Rumahku Sekolahku,
Jakarta : Pustaka Zahra, 2004, halaman 36 - 38.
Orang pertama : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu lebih utama dari pada harta,
karena ilmu adalah pusaka para Nabi, sedangkan harta adalah pusaka Qarun dan
fir’aun”.
Orang kedua : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena ilmu memeliharamu,
sedangkan harta, engkaulah yang memliharanya”.
Orang ketiga : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena harta menyebabkan banyak
musuh, sedangkan ilmu menyebabkan banyak teman”.
Orang keempat : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena harta makin banyak
dikeluarkan makin berkurang, sedangkan ilmu, makin dikeluarkan makin bertambah”.
Orang kelima : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena orang yang punya harta
kadang-kadang dapat dijuluki khizit
(kikir), sedangkan orang yang punya ilmu selalu dipanggil dengan nama yang
megah dan mulia (terhormat)”.
Orang keenam : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena harta banyak pencurinya,
ilmu tak ada pencurinya”.
Orang ketujuh : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena orang yang punya harta
akan dihisab di hari kiamat, sedangkan orang yang punya ilmu diberikan syafaat
di hari kiamat”.
Orang kedelapan : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena harta bisa habis karena
lama masanya, sedangkan ilmu tidak bisa habis meskipun tidak ditambah”.
Orang kesembilan : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena ia membuat hati
pemiliknya terang menderang, sedangkan harta membuat kasar hati pemiliknya”
Orang kesepuluh : “Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta ?
Imam Ali : “Ilmu, karena mempunyai ilmu termasuk ubudiyah (ibadah), sedangkan mempunyai
harta termasuk rubudiyah
(memenjarakan)”.
Sumber : Buku karya Syafinuddin Al-Mandary, Rumahku Sekolahku,
Jakarta : Pustaka Zahra, 2004, halaman 36 - 38.